Jika kamu punya pengalaman di bidang IT yang cukup lama, istilah agile barangkali sudah tak lagi asing buat kamu, termasuk istilah agile methodology. Metodologi ini sendiri digunakan dalam pengembangan software yang dilakukan secara bertahap serta berulang, atau iterasi (iteration).
Meskipun awalnya diperkenalkan untuk proses pengembangan software, metodologi ini sekarang sudah dikembangkan dan dijalankan untuk pengembangan cara kerja perusahaan. Bagaimana caranya, ya? Untuk memahami lebih lanjut soal metodologi yang satu ini, kamu bisa simak penjelasannya berikut terlebih dahulu. Selamat membaca!
Sekilas tentang Agile Methodology
Metodologi yang satu ini merupakan pendekatan dalam pengembangan produk (product development) yang sejalan dengan nilai-nilai serta prinsip-prinsip di dalam Agile Manifesto untuk pengembangan software (Digite.com). Tujuannya adalah untuk menghasilkan produk yang tepat dengan penambahan fungsionalitas secara bertahan dan sering. Dengan begitu, pengguna bisa memberikan feedback dan tim bisa melakukan koreksi sesuai kebutuhan.
Dengan demikian, Agile bertujuan juga sebagai alternatif solusi yang dihadapi oleh pendekatan “waterfall” yang lebih tradisional, di mana produk dikembangkan dalam jangka waktu panjang secara menyeluruh. Padahal, selama periode tersebut kebutuhan pengguna terus mengalami perubahan. Hasilnya, produk akhir yang dihasilkan tidak memenuhi apa yang telah menjadi kebutuhan pengguna.
Tujuan Penerapan Agile
Tujuan dari penciptaan dan penerapan agile methodology adalah sebagai berikut.
- Menghasilkan aplikasi yang berfungsi dan bernilai tinggi. Dengan begitu, software yang dihasilkan dapat berfungsi dengan baik, memiliki nilai jual tinggi, dan biaya pembuatan yang minim.
- Mengembangkan software secara terbuka agar tim dapat bekerja dengan singkat untuk menambahkan fitur yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
- Mengembangkan software dengan mengutamakan nilai, yaitu apa yang jadi kebutuhan pengguna. Dan proses pengembangan dilakukan dalam rentang waktu serta penggunaan biaya yang terkendali.
- Menghasilkan produk akhir yang berkualitas lewat pelaksanaan tes yang menyeluruh dalam setiap iterasinya.
- Mempersiapkan proses pengembangan dengan fleksibel dan adaptif untuk meminimalisir risiko kegagalan.
- Mendorong budaya kolaborasi tim sepanjang proses pengembangan dan iterasinya.
- Mendorong tim untuk bisa mengatur dan mengelola dirinya sendiri dengan dukungan dari atasan atau pengawas project.
8 Jenis Metode Agile
Lebih jauh lagi, agile methodology dikembangkan menjadi 8 jenis metode yang berbeda-beda, yaitu:
Scrum methodology
Scrum methodology merupakan bagian dari Agile yang berfokus pada pengembangan software yang kompleks. Dalam penerapannya, keseluruhan proses dipecah menjadi beberapa proses yang lebih kecil, atau disebut sebagai sprint.
Untuk setiap sprint, tim akan fokus menyelesaikan satu fitur spesifik. Oleh karena itu, masing-masing anggota tim diberi peran tertentu demi kelancaran project. Peran-peran yang diberikan adalah:
- Product owner, yang bertugas memaksimalkan nilai bisnis dari software dan memastikan seluruh fitur produk sudah disusun dengan baik.
- Scrum master, yang bertugas memastikan dan memfasilitasi tim terkait pemahaman mengenai proses Scrum. Peran ini juga berkoordinasi dengan product owner untuk memaksimalkan hasil produk dan return on investment (ROI).
- Development team, yang terdiri atas sekumpulan anggota tim dengan skill–skill tertentu untuk menjalankan sebuah project.
Scaled Agile Framework (SAFe)
Metode SAFe ini lebih ditujukan bagi perusahaan besar (enterprise) yang ingin mengimplementasikan metodologi Agile ini. Sebab, perusahaan besar umumnya memiliki struktur tim yang jumlahnya banyak dan cenderung menerapkan kultur yang kaku. Karena itu, tak jarang pengambilan keputusan mengenai project di enterprise bisa makan waktu lama.
SAFe menyediakan solusi bagi enterprise untuk memudahkan project team dalam menjalankan tugasnya tanpa harus mengutak-atik struktur organisasi perusahaan. Salah satu kuncinya adalah lewat Program Increment Planning (PI Planning), di mana seluruh divisi dapat bertemu dalam satu momen untuk membahas project dari A sampai Z tanpa harus melewati birokrasi kaku yang bertele-tele.
Kanban
Sedangkan metode ini memanfaatkan visual dalam prosesnya, yang disebut sebagai Kanban Board. Dalam Kanban Board, biasanya ada 3 bagian atau tahap: To Do (yang akan dilakukan), In Progress (sedang dalam pengerjaan), dan Done (sudah selesai). Dengan begitu, seluruh anggota tim bisa mengetahui proses pengembangan sudah sampai di tahap apa.
Lean Software Development
Sedangkan LSD adalah bagian dari Agile yang diterapkan dengan satu tujuan: mengembangkan software dengan menggunakan sumber daya sehemat mungkin. Caranya yaitu dengan merilis Minimum Viable Product (MVP), atau produk dengan fitur yang masih terbatas.
Nantinya, MVP akan terus dikembangkan berdasarkan feedback dari konsumen. Dengan begitu, tim hanya akan menambahkan fitur yang benar-benar dibutuhkan pengguna untuk menghemat resource yang ada. Singkatnya, resource tidak terbuang sia-sia untuk menggarap fitur yang belum tentu atau malah tidak dibutuhkan pengguna.
Crystal methodology
Kemudian ada crystal methodology, yaitu Agile yang lebih fokus pada kondisi tim dan bukannya proses atau tools-nya. Misal interaksi tim, feedback, komunikasi, dokumentasi, dan lainnya. Dengan begitu, proses pengembangan software dilakukan sesuai kondisi tim agar hasilnya lebih optimal.
Dalam metodologi yang satu ini, ada 7 prinsip utama yang mendukung tim agar bisa mengembangkan software secara optimal, yaitu:
- Frequent delivery, di mana tim harus merilis dan melakukan testing kode ke pengguna dengan sering.
- Reflective improvement, yaitu peningkatan aspek di dalam tim terlepas dari kualitas produk akhir.
- Osmotic communication, yaitu komunikasi antar anggota tim seolah-olah sedang berada dalam satu forum yang sama. Jadi, setiap anggota mendengar dan memperoleh informasi yang sama.
- Personal safety, yaitu kebebasan tiap anggota tim dalam mengungkapkan pendapat tanpa merasa takut atau terancam.
- Focus on work, yaitu pemahaman anggota tim untuk fokus dan bekerja sama.
- Easy access to expert users, yaitu kemudahan akses anggota tim untuk bertanya atau meminta feedback dari expert.
- Technical tooling, yaitu penggunaan tools pendukung dalam tim agar bisa segera mendeteksi risiko kesalahan dengan segera.
Extreme programming (XP)
XP sendiri lebih fokus pada aspek teknis dalam proses pengembangan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan software berkualitas tinggi sehingga skill tim developer juga meningkat secara signifikan. Dalam prosesnya, tim harus bekerja di luar zona nyaman, yang jadi alasan mengapa metode ini disebut “extreme”.
Feature Driven Development (FDD)
Kemudian ada FDD, di mana proses pengembangan software fokus untuk menyelesaikan satu fitur terlebih dahulu. Sekilas mirip dengan Scrum, namun iterasi dalam FDD biasanya hanya makan waktu 2-10 hari. Oleh karena itu, fitur dalam FDD biasanya punya skala lebih kecil dan spesifik. Contohnya tombol login, ikon pencarian, dan sebagainya.
Dynamic System Development Method (DSDM)
Sedangkan DSDM adalah metodologi Agile yang memprioritaskan keterlibatan seluruh anggota tim secara berkelanjutan. Filosofi DSDM adalah menciptakan software yang memiliki manfaat nyata bagi bisnis.
Yuk belajar lebih dalam tentang agile methodology bersama Digital Skola! Lewat Short Course Agile Software, kamu bisa belajar lebih jauh tentang Agile sekaligus melakukan sesi praktik yang bisa kamu jadikan sebagai portofolio. Ditambah dengan kurikulum berbasis industri, kamu akan mendapatkan materi teori, demo, dan praktik yang sudah terbukti dan teruji sesuai dengan kebutuhan industri digital di dunia nyata.
Klik tombol di bawah ini untuk info lebih lanjut dan cara daftar Short Course Agile Software, ya!